Menggali Akar Penyebab School Refusal pada
Siswa
Daniel Yudha Kumoro
Guru BK SMKN 3 Buduran Sidoarjo
Sering dijumpai oleh guru pengajar,
wali kelas, maupun guru BK di sekolah, siswa yang sering tidak masuk tanpa
keterangan. Buku absensi kelas menunjukkan tanda A (alpa) yang beruntun pada
siswa tersebut. Tanpa disertai adanya surat sakit dari dokter maupun surat ijin
dari orangtua.
Jika sudah seperti ini biasanya guru
mencari informasi tentang anak tersebut melalui teman-temannya, maupun langsung
menghubungi orang tua dari siswa tersebut melaui telepon
atau SMS.
Guru pengajar, wali kelas, maupun
guru BK biasanya mendapatkan variasi jawaban yang berbeda dari masing-masing
orang
tua siswa yang bersangkutan. Jikalau jawabannya dikarenakan
sakit dan belum bisa kirim surat, masih dapat dimaklumi. Atau ada anggota
keluarga jauh yang sedang mengalami kesusahan (kematian) juga masih dapat
dimaklumi.
Namun jika jawaban dari orang tua
adalah bahwa anak tersebut tiap pagi berangkat ke sekolah dan sorenya juga
pulang ke rumah tepat waktu, maka ini menjadi tanda tanya besar bagi guru. Kemana
sebenarnya anak ini? Apalagi didapat informasi dari salah satu teman kelasnya
bahwa ternyata anak tersebut terlihat ada di warnet, warkop, atau rental PS.
Maka ini menjadi PR besar yang harus diselesaikan oleh guru dan orangtua secara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Perilaku menghindari sekolah inilah yang
disebut oleh Kearney (2001) sebagai school refusal/school phobia/school avoidance/truancy.
School refusal/school phobia/school avoidance masih
mengarah pada adanya tekanan emosi dan rasa cemas atau takut menghadapi
sekolah. Sehingga ketika seorang anak meninggalkan sekolah, semakin ia merasa
bersalah/tertekan. Sedangkan truancy sudah mengarah pada kenakalan
remaja dan ketidak-tertarikan dengan kegiatan
sekolah. Mereka lebih menyukai kegiatan di jalanan dan tidak memiliki rasa
bersalah/tertekan meninggalkan sekolah (Ampuni & Andayani, 2006).
Menurut Kearney (2001), tingkah laku school refusal dapat berupa satu atau
gabungan dari karakteristik di bawah ini:
a.
Absen dari sekolah, menolak pergi ke
sekolah, tidak mau pergi ke sekolah
b.
Hadir di sekolah tapi kemudian
meninggalkannya sebelum jam sekolah
usai
c.
Hadir di sekolah tapi menunjukkan
tingkah laku yang tidak diharapkan,
dari tingkah laku menyendiri, tidak ingin pisah
dari figure attachment-nya,
agresif, tidak kooperatif sampai temper-tantrum
d.
Berpura-pura sakit agar tidak pergi
kesekolah
e.
Ia pergi ke sekolah dengan kecemasan
yang luar biasa dan di sekolah
berulang kali mengalami
masalah (misalnya pusing, ke toilet, berkeringat
dingin).
Menurut Ampuni & Andayani (2006)
penyebab school refusal cukup
bervariasi. Salah satunya adalah kecemasan berpisah dari orang yang paling
dekat dengannya. Salah satu studi Last & Strauss (dalam Davison, John &
Ann, 2006) menemukan bahwa 75% anak-anak yang menolak untuk sekolah disebabkan
oleh kecemasan berpisah dari ibu atau orang yang terdekat dengannya.
School
refusal juga dapat terjadi karena pengalaman negatif di
sekolah, seperti mendapat cemoohan, ejekan ataupun diganggu teman-temannya
atau anak merasa malu karena tidak cantik, gendut, kurus, hitam atau takut gagal
dan mendapat nilai buruk. Menurut Rini (dalam Manurung, 2012) penyebab
lainnya adalah karena adanya masalah dalam keluarga,
seperti sakitnya salah satu anggota keluarga, adanya pertengkaran antara orang tua.
Salah satu tingkah laku school refusal
yang dapat dilihat, biasanya anak terlihat murung ketika waktu
sekolah tiba, tidak bersemangat, atau malah mengeluh sakit ketika waktu pergi
sekolah tiba.
Fremont dan Hogan (dalam Ampuni &
Andayani, 2006 ) mengemukakan bahwa terjadinya school refusal pada anak telah ditemukan berhubungan dengan
berbagai pola interaksi yang kurang sehat di dalam keluarga, misalnya adanya ketergantungan
yang berlebihan antar anggota keluarga, masalah komunikasi serta masalah pembagian
peran dalam keluarga.
Berangkat dari pendapat beberapa ahli
inilah, penulis sebagai guru BK yang sering menemui permasalahan ini di
sekolah, mencoba menyusun sebuah form checklist
untuk menggali akar penyebab school
refusal pada siswa yang mengalami masalah tersebut. Lihat Tabel 1.
PEDOMAN WAWANCARA SCHOOL REFUSAL
Nama Siswa: _______________________ Usia: ____________________ (L/P)
Sekolah: ___________________________ Kelas: _______________________
Petunjuk Guru:
Sebelum melakukan wawancara, jalin kedekatan dengan siswa
untuk memberikan rasa nyaman. Sehingga siswa tidak merasa diinterogasi
seperti seorang terdakwa kriminal. Karena pada dasarnya siswa dengan school refusal sudah merasa
bersalah/tertekan semenjak ia meninggalkan sekolah.
Tanyakan pertanyaan-pertanyaan tertutup berikut satu per
satu. Bila jawabannya adalah “Ya”, maka lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka
guna menggali akar permasalahan yang
sebenarnya. Selamat mencoba!
I.
Separation Anxiety
1.
Apakah siswa merindukan ayahnya
waktu di sekolah? ______________
2.
Apakah siswa merindukan ibunya
waktu di sekolah? _______________
3.
Apakah siswa merindukan mainan/peliharaannya
di rumah? _________
4.
Apakah siswa merasa cemas
karena tantangan sekolah? _____________
5.
Apakah siswa mendapatkan
pengalaman tidak menyenangkan di sekolah?
__________________________________________________
6.
Apakah siswa mendapati ayah dan
ibunya bertengkar di rumah? ______
II. Pengalaman Negatif di Sekolah
7.
Apakah siswa diejek teman waktu
di sekolah? _____________________
8.
Apakah siswa diancam teman
waktu di sekolah? ___________________
9.
Apakah siswa ditakut-takuti
teman waktu di sekolah? _______________
10.
Apakah siswa merasa gurunya
galak? ___________________________
11.
Apakah siswa dimarahi gurunya?_______________________________
12.
Apakah pelajarannya sulit?
____________________________________
13.
Apakah kendaraannya tidak
nyaman? ___________________________
14.
Apakah perjalanannya ke sekolah
melelahkan? ____________________
15.
Adakah cerita seram di sekolah?
_______________________________
16.
Apakah siswa takut menyeberang
jalan? _________________________
17.
Apakah siswa (takut) bertemu
seseorang yang menyeramkan di jalan? _
18.
Apakah siswa (takut) diperas
oleh anak nakal? ____________________
19.
Apakah siswa takut di jalan
yang sepi? __________________________
20.
Apakah orangtuanya menganggap
hal-hal diatas tidak penting? _______
III. Problem dalam Keluarga
21.
Apakah orangtuanya bertengkar?
_______________________________
22.
Apakah siswa bersedih dan ingin
melindungi orangtuanya? __________
IV. Skoring
Jumlah
Jawaban “Ya” dan kategori School
Refusal
0-3:
Sangat Ringan
4-7:
Ringan
8-11:
Sedang
12-15:
Berat
16-22:
Sangat Berat
|
Tabel
1. Pedoman Wawancara School Refusal
Jika dari wawancara tersebut didapati temuan-temuan yang
mengarah pada penyebab-penyebab dari school
refusal, maka guru BK, wali kelas, atau guru pengajar dapat mengundang
orang tua ke sekolah
untuk mendiskusikan akan hal ini. Bisa saja didapati temuan-temuan baru dari orang tua mengenai kondisi yang
sebenarnya siswa selama berada di rumah. Sehingga semakin dalam data yang
digali, semakin mendekatkan guru BK, wali kelas, guru pengajar, dan orang tua
kepada pengentasan masalah school refusal
pada siswa.