Selasa, 27 Maret 2018

Menggali Akar Penyebab School Refusal pada Siswa

Menggali Akar Penyebab School Refusal pada Siswa

Daniel Yudha Kumoro
Guru BK SMKN 3 Buduran Sidoarjo

           Sering dijumpai oleh guru pengajar, wali kelas, maupun guru BK di sekolah, siswa yang sering tidak masuk tanpa keterangan. Buku absensi kelas menunjukkan tanda A (alpa) yang beruntun pada siswa tersebut. Tanpa disertai adanya surat sakit dari dokter maupun surat ijin dari orangtua.
           Jika sudah seperti ini biasanya guru mencari informasi tentang anak tersebut melalui teman-temannya, maupun langsung menghubungi orang tua dari siswa tersebut melaui telepon atau SMS.
           Guru pengajar, wali kelas, maupun guru BK biasanya mendapatkan variasi jawaban yang berbeda dari masing-masing orang tua siswa yang bersangkutan. Jikalau jawabannya dikarenakan sakit dan belum bisa kirim surat, masih dapat dimaklumi. Atau ada anggota keluarga jauh yang sedang mengalami kesusahan (kematian) juga masih dapat dimaklumi.
           Namun jika jawaban dari orang tua adalah bahwa anak tersebut tiap pagi berangkat ke sekolah dan sorenya juga pulang ke rumah tepat waktu, maka ini menjadi tanda tanya besar bagi guru. Kemana sebenarnya anak ini? Apalagi didapat informasi dari salah satu teman kelasnya bahwa ternyata anak tersebut terlihat ada di warnet, warkop, atau rental PS. Maka ini menjadi PR besar yang harus diselesaikan oleh guru dan orangtua secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
           Perilaku menghindari sekolah inilah yang disebut oleh Kearney (2001) sebagai school refusal/school phobia/school avoidance/truancy. School refusal/school phobia/school avoidance masih mengarah pada adanya tekanan emosi dan rasa cemas atau takut menghadapi sekolah. Sehingga ketika seorang anak meninggalkan sekolah, semakin ia merasa bersalah/tertekan. Sedangkan truancy sudah mengarah pada kenakalan remaja dan ketidak-tertarikan dengan kegiatan sekolah. Mereka lebih menyukai kegiatan di jalanan dan tidak memiliki rasa bersalah/tertekan meninggalkan sekolah (Ampuni & Andayani, 2006).
           Menurut Kearney (2001), tingkah laku school refusal dapat berupa satu atau gabungan dari karakteristik di bawah ini:
a.              Absen dari sekolah, menolak pergi ke sekolah, tidak mau pergi ke sekolah
b.             Hadir di sekolah tapi kemudian meninggalkannya sebelum jam sekolah
           usai
c.              Hadir di sekolah tapi menunjukkan tingkah laku yang tidak diharapkan,
dari tingkah laku menyendiri, tidak ingin pisah dari figure attachment-nya,
agresif, tidak kooperatif sampai temper-tantrum
d.             Berpura-pura sakit agar tidak pergi kesekolah
e.              Ia pergi ke sekolah dengan kecemasan yang luar biasa dan di sekolah
berulang kali mengalami masalah (misalnya pusing, ke toilet, berkeringat
dingin).

           Menurut Ampuni & Andayani (2006) penyebab school refusal cukup bervariasi. Salah satunya adalah kecemasan berpisah dari orang yang paling dekat dengannya. Salah satu studi Last & Strauss (dalam Davison, John & Ann, 2006) menemukan bahwa 75% anak-anak yang menolak untuk sekolah disebabkan oleh kecemasan berpisah dari ibu atau orang yang terdekat dengannya.
           School refusal juga dapat terjadi karena pengalaman negatif di sekolah, seperti mendapat cemoohan, ejekan ataupun diganggu teman-temannya atau anak merasa malu karena tidak cantik, gendut, kurus, hitam atau takut gagal dan mendapat nilai buruk. Menurut Rini (dalam Manurung, 2012) penyebab lainnya adalah karena adanya masalah dalam keluarga, seperti sakitnya salah satu anggota keluarga, adanya pertengkaran antara orang tua. Salah satu tingkah laku school refusal yang dapat dilihat, biasanya anak terlihat murung ketika waktu sekolah tiba, tidak bersemangat, atau malah mengeluh sakit ketika waktu pergi sekolah tiba.
           Fremont dan Hogan (dalam Ampuni & Andayani, 2006 ) mengemukakan bahwa terjadinya school refusal pada anak telah ditemukan berhubungan dengan berbagai pola interaksi yang kurang sehat di dalam keluarga, misalnya adanya ketergantungan yang berlebihan antar anggota keluarga, masalah komunikasi serta masalah pembagian peran dalam keluarga.
           Berangkat dari pendapat beberapa ahli inilah, penulis sebagai guru BK yang sering menemui permasalahan ini di sekolah, mencoba menyusun sebuah form checklist untuk menggali akar penyebab school refusal pada siswa yang mengalami masalah tersebut. Lihat Tabel 1.

PEDOMAN WAWANCARA SCHOOL REFUSAL

Nama Siswa: _______________________     Usia: ____________________ (L/P)
Sekolah: ___________________________     Kelas: _______________________

Petunjuk Guru:
Sebelum melakukan wawancara, jalin kedekatan dengan siswa untuk memberikan rasa nyaman. Sehingga siswa tidak merasa diinterogasi seperti seorang terdakwa kriminal. Karena pada dasarnya siswa dengan school refusal sudah merasa bersalah/tertekan semenjak ia meninggalkan sekolah.
Tanyakan pertanyaan-pertanyaan tertutup berikut satu per satu. Bila jawabannya adalah “Ya”, maka lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka guna  menggali akar permasalahan yang sebenarnya. Selamat mencoba!

I.         Separation Anxiety
1.    Apakah siswa merindukan ayahnya waktu di sekolah? ______________
2.    Apakah siswa merindukan ibunya waktu di sekolah? _______________
3.    Apakah siswa merindukan mainan/peliharaannya di rumah? _________
4.    Apakah siswa merasa cemas karena tantangan sekolah? _____________
5.    Apakah siswa mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan di sekolah? __________________________________________________
6.    Apakah siswa mendapati ayah dan ibunya bertengkar di rumah? ______

II.      Pengalaman Negatif di Sekolah
7.    Apakah siswa diejek teman waktu di sekolah? _____________________
8.    Apakah siswa diancam teman waktu di sekolah? ___________________
9.    Apakah siswa ditakut-takuti teman waktu di sekolah? _______________
10. Apakah siswa merasa gurunya galak? ___________________________
11. Apakah siswa dimarahi gurunya?_______________________________
12. Apakah pelajarannya sulit? ____________________________________
13. Apakah kendaraannya tidak nyaman? ___________________________
14. Apakah perjalanannya ke sekolah melelahkan? ____________________
15. Adakah cerita seram di sekolah? _______________________________
16. Apakah siswa takut menyeberang jalan? _________________________
17. Apakah siswa (takut) bertemu seseorang yang menyeramkan di jalan? _
18. Apakah siswa (takut) diperas oleh anak nakal? ____________________
19. Apakah siswa takut di jalan yang sepi? __________________________
20. Apakah orangtuanya menganggap hal-hal diatas tidak penting? _______

III.   Problem dalam Keluarga
21. Apakah orangtuanya bertengkar? _______________________________
22. Apakah siswa bersedih dan ingin melindungi orangtuanya? __________

IV.     Skoring
Jumlah Jawaban “Ya” dan kategori School Refusal
0-3:      Sangat Ringan
4-7:      Ringan
8-11:    Sedang
12-15: Berat
16-22: Sangat Berat
Tabel 1. Pedoman Wawancara School Refusal


Jika dari wawancara tersebut didapati temuan-temuan yang mengarah pada penyebab-penyebab dari school refusal, maka guru BK, wali kelas, atau guru pengajar dapat mengundang orang tua ke sekolah untuk mendiskusikan akan hal ini. Bisa saja didapati temuan-temuan baru dari orang tua mengenai kondisi yang sebenarnya siswa selama berada di rumah. Sehingga semakin dalam data yang digali, semakin mendekatkan guru BK, wali kelas, guru pengajar, dan orang tua kepada pengentasan masalah school refusal pada siswa.

Instrumentasi Data Siswa dengan Google Drive sebagai Penerapan Teknologi Tepat Guna Sederhana dalam Rangka Pelaksanaan Karya Inovatif Guru

Instrumentasi Data Siswa dengan Google Drive sebagai Penerapan Teknologi Tepat Guna Sederhana dalam Rangka Pelaksanaan Karya Inovatif Guru

Daniel Yudha Kumoro
Guru BK SMKN 3 Buduran Sidoarjo

Guru Bimbingan Konseling memiliki tugas untuk mengumpulkan data-data siswa sebagai langkah awal untuk mengungkap dan memahami kondisi konseli/siswa. Dengan mengetahui kondisi diri, keluarga, dan lingkungan serta memahami kelemahan dan kekuatan dalam diri siswa, maka guru BK dapat melejitkan potensi bakat dan minat siswa, serta membantu dalam mengentaskan masalah-masalah yang dihadapi. Kegiatan mengumpulkan data siswa inilah yang disebut Tohirin (2009) sebagai instrumentasi data siswa.
Instrumentasi data siswa yang dilakukan guru BK selama ini masih bersifat manual. Hal ini terlihat dengan masih digunakannya buku-buku data pribadi siswa, maupun angket atau formulir yang berupa lembaran-lembaran kertas. Padahal berdasar pengalaman penulis, metode ini memiliki banyak kelemahan. Pertama, biaya cetak buku cukup mahal. Kedua, jika sudah dibagi ke siswa untuk diisi, biasanya memakan waktu yang lama untuk dikembalikan. Dengan resiko rusak atau hilang. Ketiga, penyimpanan buku-buku ini memakan banyak tempat di ruang BK yang terbatas.
Oleh karena itu dirasa perlu bagi guru BK untuk sedikit berimprovisasi mengikuti perkembangan zaman dalam membuat sebuah terobosan dalam mengatasi permasalahan ini. Salah satu situs pencarian ternama dunia, Google, telah memfasilitasi penggunanya yang ingin mengumpulkan data-data dari konsumen/klien dengan membuat alat bantu yang disebut angket/formulir online.
Dengan angket atau formulir online ini, seorang guru BK tidak perlu lagi mengeluarkan biaya cetak buku yang terbilang besar. Cukup dengan meluangkan waktu untuk mempelajari cara membuat formulir online tersebut. Guru BK tidak perlu lagi repot-repot mengumpulkan buku pribadi dari siswa dan menatanya di lemari atau rak buku karena data sudah masuk secara otomatis dan tersimpan dalam komputer/laptop.
Pada tahun 2015 yang lalu, untuk pertama kalinya penulis membuat formulir online untuk mengumpulkan data siswa kelas X, XI, XII SMKN 3 Buduran. Setelah melalui tahap-tahap pembuatan formulir online pada laman http://drive.google.com/, berikut adalah tampilan jadi google form yang harus diisi oleh siswa sebagai responden. Lihat Gambar 1.








Gambar 1. Tampilan Jadi Formulir Online

            Selanjutnya penulis memberikan alamat URL formulir online ini pada siswa untuk diisi. Setelah menunggu sesuai waktu yang ditentukan, tampaklah 201 responden telah mengisi formulir tersebut. Lihat Gambar 2.








Gambar 2. Jumlah Responden yang Sudah Mengisi
            Hasil pengolahan data dari pengisian formulir online tersebut ditampilkan secara otomatis berupa gambar tabel, diagram, atau grafik yang menerangkan data yang diminta. Berikut penulis tampilkan beberapa rekap data hasil pengisian responden pada kelas XII tersebut.
            Jumlah responden dalam kelas dan jurusan yang telah mengisi formulir online dapat dilihat pada Gambar 3.








Gambar 3. Kelas & Jurusan Responden

            Usia dan jenis kelamin responden dapat dilihat pada Gambar 4.      








Gambar 4. Usia & Jenis Kelamin Responden

            Tempat tinggal dan status rumah responden dapat dilihat di Gambar 5.









Gambar 5. Tempat Tinggal & Status Rumah Responden

            Pendidikan dan pekerjaan ayah responden dapat dilihat pada Gambar 6.








Gambar 6. Pendidikan & Pekerjaan Ayah Responden

            Bentuk wiraswasta dan gaji ayah responden dapat dilihat pada Gambar 7.






Gambar 7. Bentuk Wiraswasta & Gaji Ayah Responden 

Penyakit dan alergi yang diderita responden dapat dilihat pada Gambar 8.








Gambar 8. Penyakit & Alergi yang Diderita Responden

            Tempat dan lama belajar responden dapat dilihat pada Gambar 9.
                       







Gambar 9. Tempat dan Lama Belajar Responden

            Cita-cita selepas SMK dan kampus yang dituju bila kuliah dapat dilihat pada Gambar 10.












Gambar 10. Cita-cita Selepas SMK dan Kampus yang Dituju bila Kuliah

Laporan Penggunaan Aplikasi Sosiometri dalam Layanan Konseling Kelompok untuk Mengentaskan Permasalahan Hubungan Sosial

Laporan Penggunaan Aplikasi Sosiometri dalam Layanan Konseling Kelompok untuk Mengentaskan Permasalahan Hubungan Sosial

Daniel Yudha Kumoro
Guru BK SMKN 3 Buduran Sidoarjo

Berdasarkan Peraturan Men PAN No. 84 tahun 1993, seorang guru Bimbingan Konseling memiliki tugas untuk menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan terhadap peserta didik.
Salah satu layanan yang dilakukan guru BK adalah layanan konseling kelompok. Konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok (Prayitno dalam Vitalis, 2008).
Untuk mengetahui permasalahan yang sedang terjadi dalam kelompok/kelas tentunya seorang guru BK harus dapat menggunakan teknik need assesment atau menggali permasalahan. Salah satu teknik need assesment yang sering digunakan adalah sosiometri. Menurut Tohirin (2007) sosiometri merupakan “alat (instrumen) untuk mengumpulkan data tentang hubungan-hubungan sosial dan tingkah laku sosial siswa”.
Dengan sosiometri, seorang guru BK dapat mengetahui siswa-siswa yang memiliki permasalahan dalam berhubungan sosial. Ini tentunya akan memudahkan guru BK dalam mengentaskan masalah siswa tersebut. Ketidakmampuan siswa dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial akan berdampak dalam proses belajarnya. Siswa yang tidak mampu bekerja sama dalam kelompok akan menghambat proses belajar dirinya maupun kelompoknya selama menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Oleh karena itulah penggunaan aplikasi sosiometri dalam layanan konseling kelompok yang dilakukan oleh guru BK dalam mengentaskan permasalahan dalam berhubungan sosial sangatlah penting.
Penulis telah menerapkan hal ini di sekolah dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan aplikasi sosiometri yang digunakan sudah dalam bentuk online. Berikut adalah laporan penggunaan aplikasi sosiometri dalam layanan konseling kelompok yang telah dilakukan oleh guru BK pada siswa siswa kelas X Teknik Perkapalan di SMKN 3 Buduran tahun 2017.
Pada bulan Januari 2017 yaitu awal semester genap, angket sosiometri dibagikan kepada seluruh peserta didik kelas X (10 jurusan, 14 rombel, 512 siswa). Tentunya diberikan penjelasan singkat tentang sosiometri pada siswa-siswa sebelum mengisi angket. Angket sosiometri yang digunakan adalah tipe normatif (Morena, 1930), dimana setiap siswa menuliskan nama teman yang disenangi untuk melakukan aktivitas tertentu. Dalam angket tersebut siswa diminta menuliskan dua nama temannya beserta alasannya. Lihat Gambar 1.

Gambar 1
Angket Sosiometri
ANGKET SOSIOMETRI

Nama: ……………………………………                                 Jenis Kelamin (L/P)                 Kelas: …………………

Sebutkan nama teman sekelasmu yang kamu sukai untuk melakukan kegiatan bersama beserta alasannya:
1. ……………………………………………………………………………. No.absen:…………………
Alasan: …………………………………………………………………………………………………….
2…………………………………………………………………………..…. No.absen:…………………
Alasan: …………………………………………………………………………………………………….





 
 










Setelah seluruh angket terkumpul dan diverifikasi kelengkapannya. Maka data diolah dengan aplikasi sosiometri online dengan menggunakan laman dengan alamat sosiometri.shidec.com/sosiometri.
Layanan sosiometri online atau dalam jaringan ini berbasis web. Meskipun demikian tersedia juga dalam bentuk offline atau diluar jaringan yang bisa diunduh pemakainya.
Dari keseluruhan proses pengerjaan sosiometri ini diperoleh hasil-hasil sebagai berikut.
Di tiap-tiap kelas memiliki beberapa siswa yang mengalami keterasingan dalam kelompok. Artinya siswa tersebut memiliki kemampuan beradaptasi yang masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dari tidak adanya siswa satupun yang memilih namanya dalam angket sosiometri. Sehingga hal ini dimunculkan dalam tab Tabulasi Indeks Pemilihan pada aplikasi sosiometri tersebut.
Contoh pada kelas X TPTU terdapat 8 siswa yang tidak dipilih oleh 35 teman-temannya. Lihat Tabel 1.
Tabel 1
Indeks Pemilihan Kelas X TPTU
No.
Nama
Nilai
02
A. S.
0 / 35 = 0
07
A. B. F. T.
0 / 35 = 0
11
A. S. F.
0 / 35 = 0
19
I. B. A. P.
0 / 35 = 0
20
L. Y. J.
0 / 35 = 0
22
M. A. A.
0 / 35 = 0
26
M. V. A. A.
0 / 35 = 0
35
S. F. D. P.
0 / 35 = 0

Akhirnya, siswa-siswa tersebut dalam Sosiogram dapat dilihat posisinya berada pada lingkaran terluar. Lihat Gambar 2.
Gambar 2
Sosiogram Kelas X TPTU













Demikian seterusnya. Sehingga per kelas didapat prosentase siswa yang mengalami keterasingan sebagai berikut. Lihat Tabel 2.

Tabel 2
Jumlah Siswa yang Mengalami Keterasingan per Kelas
No
Kelas
Jumlah
Siswa
Jumlah Siswa yang Mengalami Keterasingan
Prosentase
1
X TPTU
35
8
22.85
2
X TPM
36
6
16.66
3
X TKR 1
36
13
36.11
4
X TKR 2
35
10
28.57
5
X TKKB 1
35
4
11.42
6
X TKKB 2
34
10
29.41
7
X TIPK
35
5
14.28
8
X TPK
36
8
22.22
9
X KK
35
4
11.42
10
X TGRBK 1
35
5
14.28
11
X TGRBK 2
35
8
22.85
12
X IK
34
7
20.58
13
X TKJ 1
38
11
28.94
14
X TKJ 2
39
9
23.07












Setelah diketahui data semua siswa yang mengalami keterasingan dalam kelompok, guru BK mulai membuat Satuan Layanan Konseling Kelompok sebagai rencana pemberian konseling kelompok pada siswa-siswa tersebut. Lihat Gambar 3.
Gambar 3
Satuan Layanan Konseling Kelompok
SATUAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

1.               Identitas:
a.        Satuan Pendidikan:                 SMKN 3 Buduran
b.        Tahun Ajaran:                        2016//217.
c.        Kelas:                                   X TPTU
d.        Pelaksana dan Pihak Terkait:                                                                                   TT           
Guru BK:                                   Daniel Yudha Kumoro
Konseli:                                     1. A.S.                                      2. A. B. F. T.
3. A. S. F.                                 4. I. B. A. P.
5. L. Y. J.                                  6. M. A. A.                
7. M. V. A. A.                             8. S. F. D. P.
2.               Waktu:
a.        Tanggal:                                               29 Maret 2017
b.        Jam Pelayanan:                     13.00
c.        Volume Waktu:                      45  menit
d.        Tempat:                                                Ruang BK

 
3.               Bidang Bimbingan dan Konseling:     Konseling Kelompok

4.               Materi Pelayanan:
a.        Tema:                                  Aktif berkomunikasi dengan teman-teman baru
b.        Sumber Materi Pelayanan:       RPLBK 2016/2017

5.               Tujuan Layanan:                            Konseli mau aktif berkomunikasi dengan teman-teman baru agar tidak merasa
terasing

6.               Fungsi Layanan:                            Pemahaman, pengentasan

7.               Metode dan Teknik:
a.        Jenis Layanan:                      Konseling kelompok
b.        Kegiatan Pendukung:                              Diskusi

8.               Sarana:
a.        Media:                                  Diskusi
b.        Instrumen:                                            Alat tulis, kertas
c.        Sumber:                                                Cerita Konselor tentang orang yang sukses karena bersosialisasi

9.               Sasaran Penilaian:                          Peserta didik kelas X 2016/2017 yang berdasar hasil sosiometri mengalami
keterasingan dalam kelompok yaitu enam konseli diatas

10.             Langkah Kegiatan:
a.        Pembentukan
-       Mengundang konseli tersebut ke ruang BK
-       Mengucapkan salam dan mempersilahkan memimpin doa
-       Menanyakan dan menjelaskan tentang konseling kelompok
b.        Peralihan
-       Menyebutkan nama-nama konseli yang diundang
-       Menanyakan satu per satu perasaannya hari ini
-       Menjelaskan tentang pentingnya aktif berkomunikasi dengan teman-teman baru
c.        Kegiatan
1.        Berfikir
Mengajak konseli berfikir tentang pentingnya aktif berkomunikasi dengan teman-teman baru
2.        Merasa
Konselor memahamkan siswa yang masih merasa malu untuk aktif berkomunikasi dengan teman-teman barunya
3.        Bersikap
Konselor bersikap netral dan tidak memihak dalam hal ini
4.        Berbuat
Konselor memberikan rasional kepada konseli, bahwa siswa harus aktif dalam berkomunikasi dengan teman-temannya agar tidak merasa diabaikan. Termasuk adanya beberapa akibat bila konseli tetap saja tidak aktif dalam berkomunikasi
5.        Bertanggung jawab
Konselor menjamin adanya imbalan yang baik bila konseli mau merubah sikapnya yang pasif menjadi aktif berkomunikasi dengan teman-temannya

11.             Rencana Penilaian:
a.        Penilaian Proses
Menilai keaktifan peserta konseling kelompok dengan indikator: frekuensi bertanya, menjawab, umpan balik, maupun usulan
b.        Penilaian Hasil
1.        Laiseg
Secara jujur mengaku bahwa perasaan keterasingannya selama ini akibat dari tidak aktifnya konseli berkomunikasi dengan teman-temannya. Hal ini dirupakan dalam bentuk form pengentasan masalah
2.        Laijapen
Menerima saran perubahan berupa laporan tertulis tentang biodata teman-temannya yang harus ia wawancarai
3.        Laijapang
Tidak merasa asing atau sendiri lagi. Dirupakan dalam bentuk angket sikap teman-teman terhadap konseli yang menunjukkan nilai baik
 
 














S

























Setelah proses konseling kelompok dilakukan, konselor membagikan angket evaluasi hasil konseling kelompok seperti berikut. Lihat Gambar 4.
Gambar 4
ANGKET EVALUASI KONSELING KELOMPOK

Nama:…………………………………………….   ( L / P )     Usia: …………………….…………………………….
Kelas/Jurusan/No. Absen: ………………………………       Tanggal: ………………………….…………………

1.               Ceritakan pikiran dan perasaan Anda saat sebelum kegiatan konseling kelompok ini dimulai! …………………………………………………………………………………………………………………………….
2.               Ceritakan pikiran dan perasaan Anda saat sesudah kegiatan konseling kelompok ini selesai! ………………………………………………………………………………………………………………………………
3.               Apakah kegiatan ini membantu dalam menyelesaikan masalah Anda? ………………………………………………………………......................................................................................

4.                
5.                
6.               jkjkj……………………………………………………………………………
 
Angket Evaluasi Konseling Kelompok






Dari pengolahan angket evaluasi konseling kelompok diperoleh data-data sebagai berikut:
Pikiran/perasaan konseli sebelum kegiatan konseling kelompok dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Pikiran/perasaan Konseli sebelum Konseling Kelompok
No
Pikiran/perasaan
Jumlah
1
Terkejut
16
2
Takut
36
3
Bingung
14
4
Biasa saja
14
5
Penasaran
11
6
Bahagia
1

Pikiran/Perasaan konseli sesudah kegiatan konseling kelompok dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4
Pikiran/perasaan Konseli sesudah Konseling Kelompok
No
Pikiran/perasaan
Jumlah
1
Lega
50
2
Paham
40
3
Sama saja
2

Pernyataan konseli apakah kegiatan konseling kelompok ini menyelesaikan masalahanya atau tidak dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5
Pernyataan Konseli Apakah Kegiatan Konseling Kelompok ini Berguna
No
Berguna
Jumlah
1
Ya
89
2
Tidak
3